Minggu, 22 November 2015

A Pieces Of The Shortest Trip



     Jalanan yang lengang memang selalu menggoda, memacu sepeda motor bermesin matic pada kecepatan maksimalnya. Lengang dan gelap memang manawarkan terpacunya adrenalin. Sedikitnya kurang lebih 2 kilometer dari pemberhentian lampu merah, di sebuah pinggiran kota pesisir. Tergeletak seorang pemuda di bahu jalan dengan jaket merah lusuhnya, celana jeans hitam yang terlihat sesak untuknya, dan sepasang sepatu kets yang sudah tak berada pada tempat semestinya, dengan motor yang telah berserakan di sebuah lubang galian jalan. Nafas pemuda itu tersengal sengal, belum terlihat ingin bangkit dari kecerobohannya, tak terlihat ada luka di badannya. Hanya sedikit kepanikan yang terpancar dari raut mukanya, sambil  memikirkan apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Tak membutuhkan waktu lama untuk mengumpulkan beberapa orang atas peristiwa yang terjadi di lingkungan mereka, karena memang jarum jam pada saat itu masih menunjukkan pukul 8 malam. Masih terlalu ramai untuk masyarakat yang berkegiatan di daerah pinggiran kota itu.
     Pemuda itu terlihat mulai menguasai keadaan, ia bangkit dengan gontainya, sambil beberapa kali menyentuh bagian bagian tubuhnya yang sepertinya hanya ada beberapa memar. Dengan bantuan beberapa orang, di kawal lah pemuda itu dengan tertatih tatih menuju salah satu rumah penduduk yang dengan baik hati mencoba mengobati beberapa luka yang memang tak terlalu parah. Pria paruh baya itu segera memapah si pemuda menuju teras rumah dengan  tempat duduk yang dengan tergesa gesa di siapkan oleh istri dari pria paruh baya itu, sembari menawarkan segelas teh hangat untuk sekedar menenangkan si pemuda sial itu. Dengan sedikit terbata bata, pemuda itu mulai menceritakan kejadian yang baru saja ia alami, walaupun pemuda itu masih belum mengerti benar kenapa ia bisa mengalami kejadian itu. Kejadian itu begitu cepat,pemuda itu hanya ingat ketika motor nya melaju cukup kencang, dari arah berlawanan muncul mobil dengan lampu jauh yang menyilaukan, hingga kemudian, pemuda itu baru tersadar akan kewaspadaanya berkendara setelah didepan telah tertancap sebuah papan peringatan tentang perbaikan jalan. Tanpa ada yang bisa menghentikan ditabraknya papan itu, untungnya dengan kesigapan pemuda itu, ia berhasil mellompat ke sisi kiri bahu jalan, mengorbankan motor maticnya untuk masuk ke lubang galian. Bapak itu dengan seksama mendengar cerita yang baru saja dialami si pemuda, sambil beberapa kali mencoba menenangkan.
     Jam tangan dengan kaca yang terlihat retak itu menunjukkan pukul 9 malam, terlalu malam untuk melanjutkan perjalanan, tapi pemuda itu seolah olah tak ingin merepotkan  lagi keluarga kecil yang telah menolongnya. Sembari memeriksa kendaraannya yang telah porak poranda dan ternyata masih cukup layak untuk dipaksa melanjutkan perjalanan, walaupun kondisi ban depan yang telah robek cukup lebar.  Pemuda itupun berpamitan dengan penuh terima kasih kepada pria paruh baya beserta istrinya, walaupun hanya sekedar teh hangat dan kursi kayu yang menenangkan. Dengan penuh hati hati pemuda itu melanjutkan perjalanan, karena kerusakan motornya kali ini tak mampu untuk dipaksakan lebih jauh. Kurang lebih 20 km/jam laju motor kali ini, menyusuri jalanan yang gelap, yang penuh tikungan, tak ada marka jalan, tak ada penerangan, hanya ada rimbunan pohon pohon liar yang berjajar di perbukitan, sendirian. Biasanya perjalanan yang mampu ditempuh 1 jam, untuk malam ini terpaksa ditempuh selama 3 jam, dengan penuh kehati hatian tentunya. Sekitar pukul 1 dini hari pemuda itu telah sampai di halaman tempat tinggalnya, Kecemasan kembali melanda, pemuda itu cemas jika orang tuanya mengetahui kejadian yang dialamainya beberapa jam yang lalu. Tetapi, karena memang kondisi saat itu harus mengetuk pintu dan tak ada pilihan lain. Sebelum tangan pemuda itu menyentuh daun pintu, terdengar dari arah dalam hunian suara kunci pintu yang dibuka. Seorang pemuda muncul dari balik pintu, usianya terlihat lebih tua dari pemuda itu, dengan senyum khas yang menyindir, pemuda yang lebih tua itu tampak sedikit ada kecemasan dan bertanya perihal apa yang telah terjadi. Sebelum jawaban terucap dari mulut pemuda itu, pemuda yang lebih tua itu kembali masuk ke rumah untuk membangunkan orang tuanya agar mengetahui apa yang telah terjadi pada putranya. Kecemasan dan amarah menyatu dan muncul di raut muka orang tua pemuda itu. Kembali pemuda itu menceritakan apa yang telah terjadi dan terlihat mencoba menenangkan orang tuanya, dan meyakinkan bahwa pemuda itu tidak mengalami luka yang serius. Setelah cukup akan ceritanya, pemuda itu meminta ijin untuk ke kamar mandi untuk membasuh badannya yang sedikit lusuh akibat kecelakaan itu. Menanggalkan jaket merah lusuhnya, pemuda itu masuk ke dalam kamar mandi. Dengan guyuran shower dengan air hangatnya, batin pemuda itu bergejolak.

  “Seharusnya hubungan ini tak perlu terjalin, atau aku yang terlalu naif memaksa hubungan ini?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Am I Coward telah migrasi ke rumah baru, link di bawah ini akan mengantarkan anda ke rumah barunya   hudiyawan.id   Maaf ata...