Kamis, 26 Februari 2015

She Just Dissapears ( A Story From My Buddy )

Aku punya seorang teman yang memiliki situasi yang mirip denganku bahkan lebih parah. Cerita ini aku dapat dari temanku langsung ketika aku sudah merasa jika kisahku ini musti di ceritakan ke orang terdekatku, seenggaknya bisa sedikit mengurangi bebanku. Dengan seksama aku mendengar tiap detil cerita yang di utarakannya, mencoba tegar tapi terlihat dari matanya ada sedikit sisa sisa kekecewaan di dalam masa lalunya.
Sebut saja Ardi nama temanku, Aku kenal Ardi semenjak semester pertama kuliah. Dia tinggal di kota tempatku kuliah, bisa di bilang dia menjadi guide ku di kota ini karena memang aku belum mengetahui seluk beluk daerah yang menjadi tempat tinggalku sementara ini. Ardi tipikal orang yang sederhana gak neko neko, satu hal yang membuatku harus belajar banyak dari dia. Bagai mana dia mampu melewati suatu kejadian yang bisa merubah seseorang yang pesimistis menjadi seseorang yang penuh optimis.
Ardi dulu memiliki pacar yang cantik menurutku, seorang wanita berhijab yang kalem ke ibuan, wanita mandiri yang memutuskan untuk bekerja setelah dia lulus SMA, sangat cocok jika kelak menjadi pendamping Ardi. Pasangan bersahaja menurutku, chemistry yang dapat dirasakan orang lain. Mereka menjalani kisah mereka hampir selama 5 tahun, selama itu pula aku yang baru saja menjalin hubungan dengan seorang wanita ter influence dengan kebersamaan  mereka. Ardi tampak begitu semangatnya membantu mewujudkan mimpi mimpi kekasihnya itu, kesana kemari mencarikan pekerjaan yang bisa membantu keluarga kekasihnya. Berat memang bagi wanita yang masih muda dan masih memiliki mimpi tetapi harus mengubur mimpinya demi keluarganya. Yang bisa dilakukan Ardi ialah membantu kekasihnya itu dengan segenap kemampuanya. Hingga akhirnya wanita itu di terima di salah satu perusahaan waralaba berupa market yang cukup terkenal di Indonesia. Bangga memang memiliki kekasih yang mampu dengan kemandirianya, terlihat dari cara Ardi menatapnya. Hari hari yang mereka lalui terlihat semakin harmonis, membuat iri bagi mereka yang melihatnya. Entah mengapa pada suatu hari raut wajah Ardi temanku ini berubah, bukan sosok Ardi yang biasanya. Terlihat murung, tak ada semangat, bingung, teman teman yang lain pun merasa demikian. Ketidak tegaan kami pun membuat kami untuk bertanya perihal permasalahan apa yang di hadapinya.
Dengan suasana yang penuh hening Ardi mulai bercerita tentang kejadian yang di alaminya, mata yang berkaca kaca penuh kepedihan terpancar. Dia kehilangan kekasihnya, hilang begitu saja, tanpa kata perpisahan, penyebabnya pun tak ada, wanita itu tiba tiba hilang begitu saja. Ardi bercerita kalau dia sudah berusaha mencari keberadaan nya, dengan informasi dari orang tua wanita, wanita itu telah di pindah tugas kan ke luar kota, tanpa pikir panjang Ardi pun berangkat ke kota di mana wanita itu di pindahkan dan begitu terkejutnya Ardi mendengar bahwa wanita itu telah pindah dengan suaminya, ya suaminya. Sebuah berita yang membuat diriku pun terkejut mendengarnya, bagaimana bisa?. Ardi yang tak berdaya dengan apa yang di dengarnya pulang dengan kecamuk di dalam hatinya, aku dapat merasakan apa yang dia rasakan. Kecamuk itu terus menghantuinya berhari hari antara percaya dan tidak. Hingga pada suatu hari dia kembali ke rumah orang tua wanita itu untuk mencari kebenaranya. Dengan penuh kata maaf dari orang tua wanita itu, mereka bercerita bahwa wanita yang Ardi kasihi selama ini baru saja menikah dengan seorang pria. Kebenaran yang pahit tapi cukup untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi selama ini.
Aku akui peristiwa yang di alami temanku ini tak mudah untuk begitu saja dilupakan, seperti bayi yang baru saja di lahirkan hanya tangis yang dilakukan, hingga ada saatnya bayi itu tumbuh menjadi balita dan berlarian kesana kemari penuh tawa.
Hari berganti hari berlalu begitu saja, tanpa ada orang yang mampu menghentikanya. Hingga Ardi temanku ini harus tak lagi membantu mengejar mimpi orang lain, Dia putuskan untuk mngejar mimpinya, mimpi menjadi sarjana yang harus dilalui penuh dengan kepedihan. Goresan luka dalam hatinya membuat dia mampu mewujudkan mimpinya.
Belajar dari orang yang pernah merasakan membuat kita mampu melangkah tegap kedepan.

Akan kususul kau temanku dengan togaku.

Selasa, 17 Februari 2015

The Girl Who Can't Break Up, The Boy Who Can't Leave

Aku memang seseorang yang gampang terdramatisasi oleh lagu, entah sejak kapan pertama kali aku mendengar lagu ini, dengan syair dari bahasa yang belum aku ketahui. Lagu dengan nada yang membuatku tahu betapa pedihnya kisah yang ada di dalamnya, kisah yang sempat aku alami.
The girl who can’t break up, the boy who can’t leave, salah satu judul lagu dari duo Lessang yang berasal dari Korea. Lagu yang bercerita tentang seorang wanita yang tak mampu untuk mengakhiri suatu hubungan, dan seorang pria yang tak mampu meninggalkanya, aneh memang tapi meraka saling mencintai. Di saat hubungan yang sudah tidak sehat akan tetapi keduanya tak sanggup untuk berpisah, entah takut untuk berpisah. Situasi yang bisa di bilang mirip dengan apa yang aku alami, kita gak tahu sejak kapan mulai rusaknya hubungan ini, penyebabnya pun misteri. Entah itu komunikasi yang terbengkalai, entah kesibukan masing masing yang cukup mengganggu. Bodoh kalau aku menyalahkan alasan alasan ini. Yang aku tahu semuanya telah berubah, aku, dia, semua telah berubah. Mimpi yang sudah jauh jauh dibangun hanya akan menjadi mimpi, dan akhirnya terbangun dengan keadaan yang tak di kehendaki. 
Sedikit berbeda dengan lagu yang sering aku dengarkan ini, situasi yang berlarut larut ini pun harus di akhiri, aku kalah, dia kalah, kita kalah. Harapan yang dulu di agung agungkan harus sirna dan berganti dengan harapan baru. Hanya ada aku, hanya ada dia, tidak ada Kita. Walaupun sirna mimpi kita, tapi masih ada mimpiku, mimpinya. The girl who can’t break up, the boy who can’t leave, telah berubah menjadi At the end they are separated. 
“ Let me hear this song once again “


Jumat, 13 Februari 2015

Fourth Glasses?

Pernah kehilangan kacamata dua kali itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan kacamata ketiga. Kacamata yang ketiga yang telah lama terpakai ini pun mulai menunjukkan ketidak nyamanan entah mata ku yang udah mulai bertambah minusnya, atau lensa kacamatanya yang mulai tergores debu. Ada keinginan untuk mengganti lensa kacamata ku, akan tetapi sekalipun di ganti kelak akan rusak lagi oleh waktu, pesimisku mulai mengganggu. Salahku yang tak pernah merawat kacamata ini, hanya di pakai sekenanya, menaruhnya tanpa hati hati. Membiarkanya berdebu tanpa komunikasi, membiarkanya tergeletak di lokasi yang tak seharusnya, Kesalaham yang sama dengan kedua kacamataku yang telah lama hilang.
Apakah aku harus mengganti kacamata keempat? atau tetap dengan kacamata ketiga ini?. Hati kecilku ingin tetap memakai kacamata ketiga ini. Kacamata ini lah yang memperkenalkan duniaku lebih luas, lebih jelas, lebih indah, kacamata yang membantuku menyapa duniaku, kacamata inilah yang pertama yang selalu tergantung di telingaku menatap sinar pagi, menatap kelamnya mendung awan, yang selalu menemaniku hingga mata ini mulai lelap. Terlalu banyak memori dalam kacamata ini, sulit memang walau hanya untuk sekedar mengganti.
Aku berharap kacamata keempat hanya sebagai opsi, karena memang belum ada yang bisa mengganti kacamata ketiga ini. Mungkin aku tidak akan lagi memakai kacamata ini, sampai aku siap untuk memperbaiki kacamata ini, mengganti lensa yang telah tergores ini, kelak akan kuganti. Cukup akan kusimpan kacamata ini di tempat yang aku ketahui, di tempat yang bisa aku amati, di tempat yang setiap saat akan ku bersihkan dari debu, dari hal hal yang bisa merusak kecamata ini.

“Biarkan waktu yang mampu membuatku harus memakainya kembali atau menggantikanya dengan kacamata baru yang belum tentu pas dengan mataku (lagi-lagi pesimisku mengganggu)”

Blog Am I Coward telah migrasi ke rumah baru, link di bawah ini akan mengantarkan anda ke rumah barunya   hudiyawan.id   Maaf ata...