Minggu, 29 November 2015

A Pieces Love And Red Maroon Betta Fish



     Ikan cupang yang dalam bahasa latinnya Betta Sp. memang memiliki sifat yang aneh, ikan yang sering di jual di pasar hewan, yang selalu di kemas dalam plastik bening dan selalu di pisah dengan kawanan kawanan ikan sejenis yang lainya, karena memang jika ikan cupang ini ditempatkan dengan sejenisnya terlebih dengan jenis kelamin yang sama, contohnya jika jantan di pasangkan dengan sesama jantan, mereka akan saling tarung hingga salah satu ada yang mati, jika si jantan bersanding dengan si betina akan ada kejadian yang sama, kecuali jika mereka bersanding disaat yang memang sudah saatnya, benih benih kehidupan baru akan muncul, berbeda jika si betina bersanding dengan betina lainnya, mereka hanya akan menari nari kecil di akuarium bersama tanpa ada yang perlu terluka.
     Pemuda itu bernama Pip, pemuda yang masih duduk di bangku SMA kelas 3 di awal semester 2, disaat dia mulai mengalami ketertarikan dengan lawan jenisnya di suatu peristiwa ganjil di sebuah lorong gedung sekolahnya. Perasaan yang dia alami tidak salah, mungkin waktunya saja yang tidak tepat, disaat siswa lain mencoba lebih berkonsentrasi dengan ujian akhir yang tinggal beberapa bulan, dia malah terpecah fokusnya antara ujian dan perasaaan baru yang memang baru saja dia alami. Dengan perjuangan entah dengan cara cara penuh spekulasi akhirnya dia memiliki keyakinian untuk meyatakan perasaan yang telah dia alami, kepada seorang gadis yang memang telah menjadi pokok pembahasaan di dalam neuron neuron otaknya. Beruntunglah gadis itu mau menerimanya, dengan segala hal tingkah aneh untuk pemuda seumuran dengan Pip. Masa masa terakhir SMA mereka di lalui dengan penuh semangat, hingga akhirnya mereka lulus dengan kapasitas masing masing. Gadis itu dengan cepat melanjutkan kejenjang selanjutnya, dengan mudah dia menjadi salah satu mahasiswa di salah satu perguruan negeri di daerah Malang. Sedangkan Pip masih berkutat dengan usaha usaha untuk menjadi mahasiswa, karena memang Pip masih terlihat  belum beruntung dengan usahanya. Pip berpendirian keras untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya di kota malang, karena hanya satu tujuan kota Pip di dalam angan angan. Dia bersikeras untuk satu kota dengan gadis yang dia sayangi, karena memang berdua untuk saling menjaga. Kekurang beruntungan Pip memutuskan dirinya untuk menunda satu tahun pendidikanya, sembari mengakali waktu luangnya untuk mengikuti berbagai khursus di kota itu, seenggaknya Pip masih berada di sekitar gadis itu.
     Tiga bulan Pip melalui hari harinya di tempat khursus, tempat dirinya untuk menambah ilmu sekaligus mempersiapkan ujian masuk selanjutnya yang memang tertunda. Hingga akhirnya dia terpaksa meninggalkan kota itu walaupun untuk sementara. Khursus yang dia jalani telah usai, dia harus kembali tempat asalnya untuk mempraktekkan ilmu yang telah dia dapat. DI salah satu perusahaan percetakan yang kebetulan mendapatkan proyek yang cukup banyak dan membutuhkan karyawan baru. Gadis itu, dia masih semangat dengan dunia barunya, dunia pendidikan barunya, lingkungan barunya. Sembari menunggu kunjungan Pip selanjutnya.
     Sebelum Pip meninggalkan kota itu, Dia bertemu dengan teman SMAnya yang sedang berkunjung, karena memang sebelumnya dia sempat janjian untuk bersama sama mendatangi tempat dimana banyak sekali beraneka ragam binatang di perjual belikan. Pip hanya sekedar mengantarkan temannya. Tempat yang biasa di sebut pasar hewan ini terletak di salah satu sudut kota malang. Tempat yang ramai tentunya, mereka berdua menuju ke stan di mana beraneka ragam ikan di tempatkan di berbagai macam etalase, berbagai jenis ikan ada di sana, seperti sebuah  taman laut yang penuh berbagai macam jenis  ikan, walaupun tidak ada coral coral indah, hanya ada puluhan puluhan aquarium dan  kantong kantong plastik bening yang tergantung di tiap stan. Pip yang hanya berencana menemani tiba tiba terpaku di sebuah stan ikan di ujung lorong pasar. Matanya terpaku melihat kantong plastik yangberisikan sejenis ikan cupang, ikan yang biasa di jual di alun alun kotanya ketika hari raya menjelang. Ikan ini sedikit spesial dengan warna merah marunnya, dengan sirip sirip lembut melambai lambai, menari nari sendu mencari tuan barunya. Pip ingin membeli ikan itu, dengan sedikit negoisasi dengan penjualnya, akhirnya sekantong plastik bening kecil di tentengnya menuju parkiran pasar itu, tak henti hentinya ikan itu di tatapnya, warna merah marun ikan itu sedikit mengalihkan pandangannya. Hanya ada satu hal di pikiranya sembari menatapi ikan itu , ikan cupang yang kesepian itu nampaknya mampu menemani gadis yang dia sayang untuk sedikit mengurangi kesepianya karena memang Pip akan meninggalkan kota itu, walaupun untuk sementara.
     Pip memacu motor matic birunya  ke sebuah rumah kost kost an yang cukup sering dia datangi, rumah kost tempat tinggal gadis itu sebelum pip melanjutkan perjalannya kembali ke kota asalnya. Dengan penuh semangat pip mengulurkan bungkusan plastik bening  kepada gadis itu, dengan toples bening yang memang telah di siapkan sebelumnya. Mereka sepakat memberikan nama kepada ikan itu dengan sebutan Jambrong, nama aneh memang untuk sebuah ikan lucu merah marun itu, Entah siapa yang memulai mengusulkan nama itu, tetapi yang jelas mereka berdua telah sepakat dengan nama itu. Kini si Jambrong telah menemukan tuan barunya, seorang gadis yang akan selalu memperhatikan si Jambrong, dan tentunya Pip berharap setiap gadis itu menatap si Jambrong, gadis itu akan mengingat Pip.
     Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan telah berganti dengan bulan, seperti itulah waktu, berlalu tanpa ada yang mampu menghentikan waktu. Si jambrong  masih setia di toples beningnya menemani gadis itu. Hingga pada suatu sore Pip mendapatkan panggilan telepon dari kekasihnya, suara gadis itu sedikit parau, ada sedikit ketakutan di setiap ucapan ucapan yang dia keluarkan. Hingga kabar buruk itu pun terucap begitu saja dari bibirnya. Gadis itu memberikan kabar kepada Pip bahwa si Jambrong yang menemaninya beberapa saat yang lalu telah berpulang, si Jambrong telah meninggal. Pip yang dari awal menerima panggilan tersebut terlihat siap siap dengan kabar yang akan dia dapatkan. Tentu saja Pip tabah dengan kepergian si Jambrong, si Merah marun yang selalu menyambut gadis itu ketika kembali ke kamarnya setelah rutinitas kampusnya kini telah tiada. Penyebab kepergianya adalah makanan yang dia makan. Pip memang tidak berpengalaman dalam urusan memelihara binatang, terlebih dia sama sekali belum mengetahui asupan asupan apa saja yang harus di makan ikan lucu itu, dan tentunya Pip belum sempat memberitahu cara untuk memelihara si Jambrong kepada gadis itu. Dengan penuh spekulasi ternyata gadis itu memberikan makanan untuk si Jambrong dengan jenis makanan yang sama dengan pemiliknya. Apa yang di makan gadis itu, diaitu akan menyisihkan sedikit sisa makannya untuk di berikan kepada si Jambrong. Terakhir kalinya gadis itu makan, dia sedang menikmati nasi gorengnya, dan tentu saja sisa sisa nasi goreng itu dia berikan kepada si Jambrong, terdengar romantic memang, tapi entah apa yang ada di bayangkan Pip jika seekor ikan cupang makan nasi goreng, Pip sempat memikirkan bagaimana mulut mungil si jambrong menelan sebutir nasi yang ukurannya lebih besar dari mulut si Jambrong. Hingga kenyataan pahit yang harus diterima, si Jambrong telah pergi karena sebutir nasi goreng. Mereka berdua akhirnya menerima dan mendoakan tempat yang terbaik untuk si Jambrong.
     Kisah mereka tetap berlanjut semenjak kepergian si Jambrong, kisah berat karena memang LDR yang musti tetap di jalani. Entah mengapa frekuensi komunikasi mereka  yang semakin lama semakin jarang, dari yang setiap jam berubah menjadi setiap hari, hingga hanya seminggu sekali, penyebabnya? Masih menjadi misteri, entah rutinitas Pip mempersiapkan ujian masuk selanjutnya, entah rutinitas gadis itu dengan semua kesibukan kampusnya. Karena kondisi selalu menjadi kambing hitam dalam setiap permasalahan suatu hubungan, walaupun tentunya ada alasan alasan lain, tetapi kondisi lah yang selalu menjadi peringkat pertama. Hingga malam yang seharusnya menjadi malam perayaan indah mereka berdua menjadi malam terkahir kalinya mereka saling mencinta. Tepat setahun yang lalu hubungan itu di mulai telah berakhir di hari perayaan satu tahun hubungan mereka berjalan. Mereka yang memang menjadi cinta pertama di antara mereka harus berusaha memulai kembali hubungan baru dengan cinta cinta selanjutnya. Bertahun  tahun berlalunya kisah mereka yang di isi dengan cinta cinta selanjutnya, yang selalu berakhir sama seperti kisah lalu mereka. Mereka kembali memulai komunikasi yang telah lama mereka vakum kan, walaupun dengan situasi dan perasaan yang berbeda. Karena saat ini tujuan mereka kembali sama, tidak lagi mencari cinta pertamanya, tetapi mencari cinta terakhirnya untuk bersama menuju pelaminan yang menjadi peristiwa yang mereka cari di usia seperti mereka, siapapun pasangan mereka.

Minggu, 22 November 2015

A Pieces Of The Shortest Trip



     Jalanan yang lengang memang selalu menggoda, memacu sepeda motor bermesin matic pada kecepatan maksimalnya. Lengang dan gelap memang manawarkan terpacunya adrenalin. Sedikitnya kurang lebih 2 kilometer dari pemberhentian lampu merah, di sebuah pinggiran kota pesisir. Tergeletak seorang pemuda di bahu jalan dengan jaket merah lusuhnya, celana jeans hitam yang terlihat sesak untuknya, dan sepasang sepatu kets yang sudah tak berada pada tempat semestinya, dengan motor yang telah berserakan di sebuah lubang galian jalan. Nafas pemuda itu tersengal sengal, belum terlihat ingin bangkit dari kecerobohannya, tak terlihat ada luka di badannya. Hanya sedikit kepanikan yang terpancar dari raut mukanya, sambil  memikirkan apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Tak membutuhkan waktu lama untuk mengumpulkan beberapa orang atas peristiwa yang terjadi di lingkungan mereka, karena memang jarum jam pada saat itu masih menunjukkan pukul 8 malam. Masih terlalu ramai untuk masyarakat yang berkegiatan di daerah pinggiran kota itu.
     Pemuda itu terlihat mulai menguasai keadaan, ia bangkit dengan gontainya, sambil beberapa kali menyentuh bagian bagian tubuhnya yang sepertinya hanya ada beberapa memar. Dengan bantuan beberapa orang, di kawal lah pemuda itu dengan tertatih tatih menuju salah satu rumah penduduk yang dengan baik hati mencoba mengobati beberapa luka yang memang tak terlalu parah. Pria paruh baya itu segera memapah si pemuda menuju teras rumah dengan  tempat duduk yang dengan tergesa gesa di siapkan oleh istri dari pria paruh baya itu, sembari menawarkan segelas teh hangat untuk sekedar menenangkan si pemuda sial itu. Dengan sedikit terbata bata, pemuda itu mulai menceritakan kejadian yang baru saja ia alami, walaupun pemuda itu masih belum mengerti benar kenapa ia bisa mengalami kejadian itu. Kejadian itu begitu cepat,pemuda itu hanya ingat ketika motor nya melaju cukup kencang, dari arah berlawanan muncul mobil dengan lampu jauh yang menyilaukan, hingga kemudian, pemuda itu baru tersadar akan kewaspadaanya berkendara setelah didepan telah tertancap sebuah papan peringatan tentang perbaikan jalan. Tanpa ada yang bisa menghentikan ditabraknya papan itu, untungnya dengan kesigapan pemuda itu, ia berhasil mellompat ke sisi kiri bahu jalan, mengorbankan motor maticnya untuk masuk ke lubang galian. Bapak itu dengan seksama mendengar cerita yang baru saja dialami si pemuda, sambil beberapa kali mencoba menenangkan.
     Jam tangan dengan kaca yang terlihat retak itu menunjukkan pukul 9 malam, terlalu malam untuk melanjutkan perjalanan, tapi pemuda itu seolah olah tak ingin merepotkan  lagi keluarga kecil yang telah menolongnya. Sembari memeriksa kendaraannya yang telah porak poranda dan ternyata masih cukup layak untuk dipaksa melanjutkan perjalanan, walaupun kondisi ban depan yang telah robek cukup lebar.  Pemuda itupun berpamitan dengan penuh terima kasih kepada pria paruh baya beserta istrinya, walaupun hanya sekedar teh hangat dan kursi kayu yang menenangkan. Dengan penuh hati hati pemuda itu melanjutkan perjalanan, karena kerusakan motornya kali ini tak mampu untuk dipaksakan lebih jauh. Kurang lebih 20 km/jam laju motor kali ini, menyusuri jalanan yang gelap, yang penuh tikungan, tak ada marka jalan, tak ada penerangan, hanya ada rimbunan pohon pohon liar yang berjajar di perbukitan, sendirian. Biasanya perjalanan yang mampu ditempuh 1 jam, untuk malam ini terpaksa ditempuh selama 3 jam, dengan penuh kehati hatian tentunya. Sekitar pukul 1 dini hari pemuda itu telah sampai di halaman tempat tinggalnya, Kecemasan kembali melanda, pemuda itu cemas jika orang tuanya mengetahui kejadian yang dialamainya beberapa jam yang lalu. Tetapi, karena memang kondisi saat itu harus mengetuk pintu dan tak ada pilihan lain. Sebelum tangan pemuda itu menyentuh daun pintu, terdengar dari arah dalam hunian suara kunci pintu yang dibuka. Seorang pemuda muncul dari balik pintu, usianya terlihat lebih tua dari pemuda itu, dengan senyum khas yang menyindir, pemuda yang lebih tua itu tampak sedikit ada kecemasan dan bertanya perihal apa yang telah terjadi. Sebelum jawaban terucap dari mulut pemuda itu, pemuda yang lebih tua itu kembali masuk ke rumah untuk membangunkan orang tuanya agar mengetahui apa yang telah terjadi pada putranya. Kecemasan dan amarah menyatu dan muncul di raut muka orang tua pemuda itu. Kembali pemuda itu menceritakan apa yang telah terjadi dan terlihat mencoba menenangkan orang tuanya, dan meyakinkan bahwa pemuda itu tidak mengalami luka yang serius. Setelah cukup akan ceritanya, pemuda itu meminta ijin untuk ke kamar mandi untuk membasuh badannya yang sedikit lusuh akibat kecelakaan itu. Menanggalkan jaket merah lusuhnya, pemuda itu masuk ke dalam kamar mandi. Dengan guyuran shower dengan air hangatnya, batin pemuda itu bergejolak.

  “Seharusnya hubungan ini tak perlu terjalin, atau aku yang terlalu naif memaksa hubungan ini?”

Blog Am I Coward telah migrasi ke rumah baru, link di bawah ini akan mengantarkan anda ke rumah barunya   hudiyawan.id   Maaf ata...