Jumat, 09 Oktober 2015

'Cause the Spaces Between My Fingers are Right where Your Fits Perfectly

     Menuruti kata hati adalah bentuk egoisme murni, egoisme tertinggi. Seperti  memaksakan diri atas hal yang di ingin. Jahat memang jika kita memaksakan kehendak, tapi untuk kali ini aku benar benar harus menuruti.
     Berkat beberapa kenangan kenangan yang muncul begitu saja menduduki peringkat pertama, setelah sekian lama kupaksa tak lagi mengingatnya. Semakin lama ku mencoba melepas kenangan, semakin erat juga kenangan itu merongrong merasuki saraf saraf serpihan serpihan yang berharap terbentuk kembali.
     Kebohongan besar jika aku sanggup melupakanmu, wanita manapun tak mampu menggantimu, karena memang aku tak mampu menggantimu. Setiap mereka yang kupaksa mengisi, tak satupun yang mampu kutangisi. Mencoba menguatkan diri, padahal aku sendiri tahu, aku tak sekuat itu, kau pun tahu itu. 
     Setiap catatan yang ku catat, setiap kenangan yang tercatat, hanya tulisan tulisan cacat. Karena aku tahu kenangan itu tak mampu diterjemahkan dengan paragraf paragraf cacat. Hanya satu yang menurutku kuat, bubur kajang ijo dan problem laptop mu yang pernah kucatat. Mengisahkan bagaimana aku dan kamu menjadi kita, walaupun pada akhirnya kembali menjadi aku dan kamu tak ada lagi kita. 
      Aku pernah tak ingin membaca buku sama untuk yang kedua kalinya, karena aku tahu bagaimana cerita itu berakhir. Tapi bagaimana jika aku yang menulis buku itu? Bagaimana jika kita bersama menulis buku itu? Walaupun kita pernah membacanya dan tahu akhir dari ceritanya, jika kita sendiri yang menulisnya kita bisa merubah akhir dari cerita, akhir yang sebenarnya, akhir yang memang paling kita inginkan. Jika masih ada titipan bubur kacang ijo, dan problem laptopmu, kau tahu aku masih berharap jika kau membutuhkanku. 
     Semoga ini menjadi catatan terakhirku, catatan terakhir tentang kenangan kenangan masa lalu, catatan terakhir ku tentang sakitnya kau dan aku, catatan kehadiranmu, catatan kepergianmu, catatan tangismu, catatan tangisku. Berganti catatan catatan baru, catatan pagi dengan senyum khas bibirmu, catatan siang dengan suapan suapan indah senandungmu, catatan senja dengan tawa manja disampingku, catatan malam dengan perapalan hening doamu. Sebuah catatan baru, itu pun jika kau mau.

Senin, 05 Oktober 2015

Mencatat Kenangan


    Setelah terikat teriknya senja, sehabis jejak roda motor terpatri di keringnya aspal kota Malang, dan dingin pergantian hari menjelang, kutuliskan paragraf paragraf kenangan untuknya. Paragraf paragraf cacat tentang episode episode kebersamaan kita yang begitu dalamnya tertanam tanpa ada titik, tanpa ada koma. Aku hanya menulisnya, bersama kata kata yang aku sendiri tak sanggup menterjemahkan bahasa relung paling dalam di jiwa. Aku menulisnya dengan sisa sisa cinta yang belum sempat atau bahkan belum mampu aku sirnakan. Di setiap tetes mata yang sempat kau curahkan, di setiap rasa yang dulu sempat kita banggakan, tulisan tulisanku yang belum sempat aku curahkan untuk sekedar mencatat kenangan.
     Aku hanya mencatat kenangan, mencatat duka, mencatat suka, mencatat senyum, mencatat tawa, mencatat gairah, mencatat amarah, mencatat bimbang, mencatat dendam. Mencatat pagi dengan embunnya yang sejuk menerawang, mencatat siang dengan teriknya yang menyita kenangan, mencatat senja dengan segala kesunyian yang menerjang prahara, mencatat malam dengan perapalan doa.
     Aku hanya mencatat kenangan, kenangan yang hampir terlupakan, oleh mereka yang ternyata bukan pilihan, oleh mereka yang hadir hanya untuk menawarkan kepahitan. Kenangan yang tiba tiba muncul entah dari angin kekeringan, kenangan yang muncul dari secarik surat rumah sakit yang memaksa organ bagian dalam untuk membuka gerbang kenangan.
     Aku hanya mencatat kenangan.

Minggu, 04 Oktober 2015

Aku Hanya Ingin

" Aku tak ingin dituliskan sebuah lagu, tak ingin pula dibuatkan puisi-puisi tentangku, ataupun sebuah foto dalam bingkai kecil di sudut meja kerjamu, hanya satu permintaanku, kau masih mengingatku. "

Love is Short, Forgetting is so Long

     Masih teringat di kepalaku ketika kau tersipu malu ketika kupuji dirimu perihal indahnya kedua bola matamu yang berpendar kecoklatan ketika di terpa sinar mentari, di depan mushola SMA kita dulu, disela sela jam istirahat pelajaran.
    Lagi lagi untuk kesekian kalinya kau membuat ku terpesona. Seperti itulah cinta menurutku, aku hanya sanggup menyebutkan momen momen tentang cinta, ciri cirinya, karena memang aku tak sanggup mendefinisikan apa makna cinta sebenarnya, hanya sanggup menyebutkan momen  momennya, ciri cirinya. Bukankah Romeo tidak mendefinisikan cinta terlebih dahulu untuk bisa mencintai Juliet? Bukankah Raja Klonosewandono tak pernah berteori "cinta adalah..." sebelum dia meminang dewi Songgolangit. Cinta adalah jawaban, bukan pertanyaan, Dan aku tahu, kita akan mengerti jika terus menikmatinya sebagai jawaban atas pertanyaan pertanyaan kita.
     Barangkali benar, cinta adalah momen momen indah ketika aku dan kamu menjadi kita yang saling mengisi di setiap suka dan duka. Namun, pastilah itu bukan cinta, sebab, kini aku merasa cinta selalu tak pernah tepat ketika berusaha didefinisikan, aku tak mau membatasinya dengan kata "adalah" atau "pastilah",aku tak mau merusak ingatanku tentang dua anak manusia berjalan beriringan menuju mushola untuk sekedar sholat dhuha bersama. Sebab, aku tahu kau sudah tak begitu tertarik dengan kisah kita di masa lalu ketika aku mulai meraba raba cinta.
     Andai saja tidak ada ingatan. Mungkin, kita tak perlu risau terhadap jejak yang kita tinggalkan. Biarlah masa lalu jadi milik masa lalu. Maka, kini menjadi milik masa kini. Dan, esok menjadi milik esok saja. Kalau saja begitu. barulah aku bisa mendefinisikan apa itu cinta.
     Memang benar juga apa kata Pablo Neruda di salah satu quotenya.

"Love is short, forgetting is so long"

Lose(r)

     Rasa kehilangan lagi-lagi muncul di angan-angan, bukan karena merasa kehilangan seseorang yang sempat kita sayangi, tapi kehilangan momen-mone indah maupun pahit yang sempat dialami. Perasaan aneh yang banyak orang menyebutnya itu cinta. Ketika kita di dekatnya, rasa sedih yang menawarkan ketulusan, rasa bahagia yang menawarkan kebersamaan.
     Ketika banyak orang yang menunjukkan bahwamasih ada kesempatan untuk merajut kembali, aku lebih berusaha untuk membiarkan apa yang telah terjadi, masih belum siap untuk merajut kembali. Tapi merindukan momen-momen yang pernah aku dan dia alami. Sesal, marah, depresi, adalah beberapa dari semua konsekuensi terhadap suatu hubungan yang telah lama terjalin harus berakhir. Aku pun pernah mengalami itu semua, saat ini pun masih merasa demikian.
     Aku merasa iri pada kebanyakan orang di luar sana. Begitu mudahnya mereka melalui hal-hal yang seperti aku alami saat ini, yang membuatku merasa terasingkan dari kumpulan manusia manusia yang sedang patah hati. Mungkin mereka kebanyakan lebih menyimpan wujud asli kegundahan mereka yang ditutupi dengan tawa ceria, seperti aku misalnya. Kalau saja mereka lebih terbuka dengan kegundahan mereka, mungkin perasaan hina ini bisa lebih berkurang.
     Lucu memang aku masih mengingat momen bagaimana hubungan yang terjalin sekian lama ini berakhir. Bagaimana dengan mudahnya dia mengakhiri atau memang hubungan ini harus berakhir tanpa ada tapi?. Berkat kejadian ini pun aku tak memiliki daya untuk menata hati lagi, entah dengan cara apalagi aku harus membenahi. Hanya sekedar sharing dengan mereka yang pernah mengalami hal seperti ini, berharap luka yang belum terlalu lama kering ini sedikit demi sedikit bisa terobati.

Blog Am I Coward telah migrasi ke rumah baru, link di bawah ini akan mengantarkan anda ke rumah barunya   hudiyawan.id   Maaf ata...