Rabu, 15 Juni 2016

Sssssttt… It’s a Secret


Seperti musim hujan yang tak ingin tergantikan dengan kemarau yang panjang. Angin ketidak relaan yang berhembus kencang dengan sisa embun penghujan melambaikan perpisahan. Hujan dan mendung yang dulu selalu riang berubah bosan mencoba terlupakan. Hadir ketidak nyamanan yang  menampilkan kenangan dalam setiap lamunan. Tertuang dalam lembar lembar catatan, catatan sebuah kenangan.

Catatan catatan kenangan yang sempat aku coba akhiri, dari perasaan hina yang masih ku usahakan untuk ku akhiri, dari ingatan yang sempat terhalang rimbunnya tawa kecil, hingga perasaan membiarkan beriringan dengan langkah merajut misteriusnya hari esok.

Tengah malam, di sebuah ruangan kecil yang baru beberapa minggu aku tempati. Anehnya aku begitu terlelap cepat malam ini, entah kegiatan apa saja yang aku lakukan hari ini. Hingga lupa untuk mematikan lampu kamar yang masih terang menyala, dan laptop usangku yang sedemikan rupa memiliki nasib yang sama dengan lampu kamar. Tengah malam yang tidak biasa biasanya aku terbangun, seperti halnya nya manusia manusia di era saat ini, satu hal yang dilakukan mereka ketika memulai membuka mata. Memeriksa smartphone yang entah dimana aku menaruhnya sebelum lelap yang dengan tiba tiba menghinggap. Sedikit pencarian dan tentunya dapat kutemukan di sela sela bantal yang memang tidak masuk akal jika terus kupikirkan, karena memang penemuan ini tak perlu dipikirkan. Segera aku memeriksa smartphone ku tentang hal hal yang aku lewatkan ketika aku terlelap, yang sebenarnya memang tak perlu, karena aku tahu jarang jarang ada pesan masuk untukku. Dan benar saja hanya beberapa pesan di inbox smartphone ku yang memang pesan beberapa hari lalu yang belum sempat aku buka, dan hingga aku benar benar kehilangan kantukku kala membuka salah satu media pesan singkat , media pesan singkat yang membuatku tak perlu melihat siapa yang mengirim, karena aku tahu itu dari dirimu dan memang hanya kau lah satu satunnya kontak yang aku punya di media pesan singkat itu. Pesan yang berusia beberapa jam yang lalu di sela sela lelap cepatku, pesan yang memberitahukan bahwa kau telah mengirimkan sebuah email kepadaku, sebuah hal yang tak pernah kau lakukan untukku. Terakhir kali ku menerima email dari seseorang yang sempat spesial di kehidupanku berpuluh puluh bulan yang lalu. Kali ini dari dirimu yang sempat berhari hari terpikirkan olehku untuk kujadikan seorang yang spesial, tapi tak ku lakukan itu karena aku tahu merusak perasaan orang lain bukan kebiasanku, tapi untuk barang di sekitarku aku selalu. Karena email itu darimu, aku mencoba menempatkan diriku di kursi di dekat dapur rumah adikku, tempat yang biasa  ku dapati ketika ku mencoba menyelesaikan novel yang baru saja aku beli. Kau selalu memujiku ketika kita membahas tentang catatan catatan kenangan di sebuah blog sederhana di dunia maya, catatan kenanganku yang kesemuannya penuh pilu. Tapi kau membuatku malu, ternyata kau lebih pandai dalam menuliskan kisah kisahmu, lebih pandai menuliskan perasaan perasaanmu. Aku malu karena seharusnya aku yang lebih dulu menuliskannya untukmu, karena aku lah yang memulai, tapi kau lebih cepat mendahuluiku.

Tingkah anehku memang telah menjadi rahasia umum di sekitarku, berkat pertemuan pertama kali itu, hingga rekaman rekaman yang membuatku malu, tanpa sadarku tentunya rekaman itu muncul, dan esoknya kita dipertemukan kembali, di tempat dimana rekaman itu muncul dan kau terus menatapku. Entah tingkah apa saja yang kulakukan kala itu, sekedar mengingatnya pun aku malu. Ketika kali pertama kita bertemu, segera aku melepas kacamataku ketika kau memilih duduk didepanku, karena aku memang tak punya daya untuk menatap seseorang wanita yang masih asing di mataku. Terkadang aku memilih menghindari percakapan basi basi dengan sesosok makhluk yang Tuhan ciptakan untuk mendampingi adam. Bukan karena aku tak mau, tapi aku memilih menjadi sewajarnya jika bertemu dengan wanita baru, itu lah sebabnya aku tak begitu mempercayai ungkapan love at the first sight, karena aku takut perasaan ini menipuku, karena memang cinta pada pandangan pertama dengan kekaguman pada tatapan pertama memang dua hal yang ambigu, karena kita bisa salah menafsirkan posisi kita saat itu. Itulah mengapa aku selalu mencari wanita wanita yang setidaknya masih familiar dalam kehidupanku. Tapi setidaknya dengan pertemuan kali pertama denganmu mampu mengetuk pintu hatiku, sedikit mengintip menatap hal hal baru. Setelah pertemuan pertemuan rutin dengan kolega kolegaku, aku memberanikan diri bertanya perihal perasaan yang stuck di kepalaku kepada kakakmu, walaupun hanya dengan media pesan singkat, yang menyegerakan diriku untuk mengambil langkah yang tepat sebelum hal yang mengenai perasaan ini terus berlarut, tidak baik untukmu tentu. Hingga kita bertemu kembali di suasana yang lebih canggung, dan tentunya kau sudah tahu.

Aku sering mendengarkan lagu walaupun diperoleh dengan sedikit tindakan kriminal, pembajakan memang tak pernah dibenarkan, tapi tak masalah selama tendensiku untuk mendengarkan karya ajaib orang orang seni. Ajaib karena memang mendengarkan satu lagu mampu mengingat seribu kenangan, seperti kata kata ku kepadamu yang menyangkut kenangan kenangan masa lalu. Tapi hanya satu lagu yang sampai saat ini aku takut untuk kudengarkan hingga saat ini, walapun aku masih mengingat dan menyimpan, lagu dengan syair yang cukup menyayat, lagu yang sempat kunyanyikan di saat kita bersama kolegaku di sebuah bilik yang memang diperuntukkan untuk menyanyi walaupun aku segera menghentikan nyanyianku pertengahan lagu, karena aku tak sanggup melanjutkan nyanyian itu, takut kegundahanku semakin dalam, walaupun sebenarnya itu tak masalah buatku.

" 'Till I look at my hands and feel sad, 'Cause the spaces between my fingers are right where yours fit perfectly "

Sepenggal lirik yang akhirnya aku tulis di catatan kenangan terakhirku, walaupun pada akhirnya aku merevisi ucapanku, sepertinya itu perlu. Aku masih mengingat beberapa lagu yang secara tidak langsung ku rekomendasikan untukmu, lagu yang mengisahkan tentang seorang pria yang gagal menjalani hidupnya, pria gagal yang masih belum mampu untuk melupakan seorang wanita yang dikasihinya, pria yang masih menunggu wanita tersebut untuk kembali padanya, hingga lagu yang mengisahkan seorang pria yang tersadar bahwa dia masih mencintai sesosok wanita ketika pria tersebut membiarkan wanita itu pergi dari kehidupanya. Dan anehnya hanya dua lagu itu yang kudengarkan setiap saat sebelum aku bertemu denganmu, yang lambat laun menghilangkan bisikan bisakan syahdu yang semakin menjatuhkanku, terganti dengan lagu lagu yang sedikit demi sedikit mengangkatku, mungkin itu salah satu kekuatan ajaib darimu.

Syukurlah kita bertemu untuk kesekian kalinya, walaupun masih dalam perkumpulan kolegaku, Karena aku selalu mengusahakan diriku untuk bertemu, Bukan perasaan menggebu untuk bertemu dengan sesosok yang telah mengetuk pintu hatiku, bukan perasaan yang mencoba untuk mengharapkan diriku menjadi malaikatmu, bukan itu yang kuharapkan, walaupun ada sedikit perasaan seperti itu. Aku hanya ingin perkenalan perkenalan yang rutin dipertemukan membuatku lebih terbiasa, lebih bersikap sewajarnya tanpa ada tendensi apa apa. Dan memang hal itu berhasil membuatku semakin sadar akan posisiku yang memang aku tak pernah berharap menjadi orang yang ketiga, aku tak ingin menjadi orang ketiga. Dan syukurlah aku tidak terlalu jatuh dalam pusaran perasaan aneh yang memang sulit untuk ditafsirkan. Karena memang cinta adalah sesuatu hal yang bisa kita miliki walaupun kita harus tahu kita tidak harus memilikinya, toh selama kita saling memiliki perasaan itu dan sadar akan posisi,  kita tak perlu memaksakan diri untuk saling memiliki dengan cara menyakiti. Biarkan perasaan ini menjadi kisah tersendiri, kisah rahasia yang kita simpan di toples disudut ruang hati tanpa ada nama, tanpa ada ada tanda, karena memang itu salah satu bumbu unik dalam kehidupan kita.

Kalau saja kejadian ini di jadikan sebuah film untuk pribadi, mungkin akan ada sedikit plagiarisme di dalamnya. Kesamaan proses yang sama dengan masa laluku, mungkin sedikit memirip miripkan menurutku, tapi memang itu yang terjadi, dengan kisah yang berbeda tentunya. Ketika aku pernah mengalami sebuah problem laptop dengan sedikit titipan bubur kacang ijo, ketika aku memulai kepedeanku tentang perasaan yang saling mengaitkan. Dengan kisah yang mirip dengan problem laptop mu, tapi sedikit berbeda dengan tawaran es krim yang memang pas dengan cuaca panas kala itu, untungnya aku memampatkan kepedeaanku kala itu. Pertemuan untuk pertama kalinya tanpa kolegaku, tentunya murni karena ada problem laptopmu, walaupun ada tiga kali revisi, dengan sekali makan malam dietku. Bukan karena aku berusaha mengurangi berat badanku, tapi karena memang masakan kota yang telah lama aku tinggali ini tak begitu menggugah seleraku, terlebih makanan makanan asing yang memang tak pernah kucoba sentuh. Mungkin aku terlalu kolot memang, karena lidahku terlalu jawa untuk menghadapi hal hal baru, seperti jam 9 malam harus menyegerakan pulang, seperti apa yang kau tuliskan baru baru ini. Dulu memang sering terjadi pertengkaran kecil ketika aku masih berpasangan dengan seseorang, perihal jam 9 malam. Aku selalu berusaha memulangkan nya ketika jam telah mendekati jam 9 malam, memang berbeda dengan ketika aku bersama dengan kolega kolegaku. Aku berusaha menghargai kolegaku yang menginginkan pulang lebih larut,tapi tidak untuk seorang wanita yang bersamaku, siapapun wanita itu, jika berdua ada perasaan menjaga entah dari mana itu, aku harus memulangkannya sebelum malam semakin larut. Karena bagiku malam begitu jahat kepada seorang wanita, gelapnya malam membutakan mata indah dengan pupil pupil mata yang terpaksa merekah, dinginnya malam membekukan senyuman lentik yang menyayukan, karena malam menawarkan keheningan yang menyuramkan, Karena malam adalah rintihan indah setitik bintang yang terus mengalah. Karena wanita adalah salah satu makhluk kebahagian terindah yang pertama kau temui ketika pagi kau membuka mata, siapapun itu, pikirku.

Jika aku dipaksa untuk mengatakan alasan alasan kenapa aku harus menulis kembali, karena memang aku telah terlalu lama tidak mencurahkan perasaanku dalam catatan catatan cacat. Mungkin dengan sangat malu aku aku akan mengatakan kau lah salah satu alasanku, walaupun masih ada alasan alasan lain. Ketertarikanku yang berhasil dengan pilunya aku redam mampu mencurahkan jemariku untuk menulis catatan catatan cacat, meskipun pilunya masa lalu sedikit menghampiri catatan catatanku, tapi setidaknya aku kembali mencurahkan beberapa ganjalan hatiku yang memang aku tak mampu mencurahkan ganjalan terdalamku kepada orang lain, meskipun itu orang terdekatku. Aku lebih senang mencurahkan ganjalan ganjalanku kepada orang lain dengan segmen yang berbeda dengan komedi yg tersirat tentunya, aku rasa kaupun tahu itu. Setidaknya dengan catatan catatan cacatku ada sedikit kelegaan yang muncul dalam benakku, kelegaan yang hanya aku yang merasakan itu.

Tulisan tulisanku kali ini memang seperti jawaban jawaban yang memang bukan dari pertanyaan darimu untukku. Aku sangat sangat menghormati atas apa yang kau tulis untukku, sedikit terharu, malah aku merasa menjadi orang yang baru, kau telah mengingatkanku bahwa perasaan ini benar benar membantuku untuk lebih berani memulai lagi perasaan perasaan baru yang memang aku tak pernah sanggup untuk mengawali hal yang baru, terlebih setelah aku begitu ketakutannya untuk mengawali hal hal baru, setelah masa lalu yang sempat indah menjadi serpihan serpihan pilu, walaupun sempat menyatu, hingga perasaan yang takut untuk memulai sesuatu yang terlalu lama menjadi trauma. Untung lah kita bisa saling menekan perasaan yang belum sempat larut, cukup hanya menjadi bagian skenario yang telah di ciptakan-Nya untukmu, untukku, melalui perasaan yang memang dari awal tak perlu di larutkan. Kau tak perlu melenyapkan dirimu, tak perlu menghilangkan eksistensimu, karena memang kita mempunyai batas batas tersendiri tanpa ada ikatan apapun. Kota ini pun sudah membatasi, tapi hei! di kampung kita masih ada tawa yang perlu dibagi, dengan perkumpulan kolega kolegaku tentunya, kota kecil yang membuatku tak pernah berpikiran untuk mengurangi berat badanku.

Conversation With The Man Who Enthusiastic With Listening



Terkadang seseorang yang baru pertama kali kita temui pun mampu memberikan secercah semangat yang bahkan teman terdekat kita belum mampu memberikan. Profesi seseorang yang di negara yang berpenduduk terbanyak nomer 3 di dunia  hanya ada kurang lebih dari 800 orang, sayangnya profesi ini hanya terpusat di kota kota besar saja. Bahkan di Jepang rasio profesi ini dengan populasi penduduk 1:1000 sedang kan di Indonesia 1:500000. Profesi di bilang kurang tersebar  di sejumlah wilayah Negara Indonesia ini adalah psikiater.

Hari itu, seorang pemuda seperempat abad beranjak bangun dari tidur lelapnya, matahari belum nampak, tapi secara mengejutkan pemuda yang bernama Pip itu terbangun dengan sigapnya. Sudah beberapa tahun ini Pip bukan seorang manusia pagi, dia selalu terjaga di malam malamnya dan terbangun ketika matahari sudah di tengah garis katulistiwa. Ada perasaan aneh pada dirinya karena memang pagi telah menjadi asing baginya, karena rutinitas perkuliahannya yang memang belum terselesaikan membuat jam berkegiatanya tertukar.  Beranjak dia dari tempat tidur empuknya, segera menuju kamar mandi, membasuh muka dan bergegas menuju meja di samping dapur yang sementara ini menjadi tempat bersemayam laptop kesayangannya, Sembari mengecek beberapa postingan blognya yang sepi tentunya, tulisan tulisan yang berharap di baca oleh orang orang yang berkunjung di blog itu. 

Waktu telah menunjukkan pukul 8 pagi, dia masih ingat bahwa hari ini ada janji dengan temanya, janji berangkat bersama  untuk bertemu dengan seorang dokter gigi magang yang baik hati mau memberikan servis gratis untuk sekedar membersihkan plak plak pada gigi Pip yang telah kotor akibat kebiasaan merokoknya yang kian menjadi jadi. Sebelum mandi dia bergegas mengambil smartphone dan menghubungi temannya. Lokasi janjian kali ini di depan gedung fakultas tempat Pip dan temannya kuliah. Dengan motor matic kesayanganya dia berangkat menuju gedung fakultasnya. Tak membutuhkan waktu yang cukup lama mereka berdua bertemu, tanpa basa basi Pip segera mengajak temannya menuju lokasi klinik dokter magang tersebut, Baru saja mereka menginjakkan kaki di parkiran fakultas, Pip mendapatkan kabar dari dokter magang tersebut bahwa hari ini praktek pembersihan gigi di batalkan karena ada sesuatu hal yang mendadak, dan ritual pembersihan gigi itu akan di ganti esok harinya. Akhirnya mereka berdua kembali ketempat di mana mereka bertemu di pelataran gedung fakultas sambil berdebat tentang kegiatan apa saja yang hari ini akan di lakukan.

Perdebatan kali ini cukup sengit Pip ingin nongkrong di salah satu pujasera kampus, dan temanya ingin wifi an di salah satu instansi pemerintahan berbasis IT. Perdebatan yang cukup sengit itu terhenti setelah tanpa sadar mereka berada di samping ruang Psikologi. Karena memang mereka berdua masih bermasalah dengan pengerjaan skripsinya, tanpa ada kata sepakat mereka berdua mengetuk pintu ruang psikologi. Tanpa sedikitpun gentar mereka masuk ke ruang itu, dan bertemu dengan seorang pria rapi dengan kemeja bergaris dengan dominasi warna cokelat,  bercelana hitam berbahan kain, dengan sepatu hitam mengkilap, tentunya rambut klimisnya yang tetap menjadi tatapan awal mereka. Dengan nada sopan Pria tersebut mempersilahkan duduk kepada keduanya. Pip dan temannya terlihat belum mau mengawali percakapan  sebelum dipersilahkan, Intonasi Pria ini begitu dalam lebih terdengar menenangkan, setelah pertanyaan dari pria itu untuk mengawali percakapan yang memang dia terlihat ahli dalam bidang nya, Pip mengutarakan maksud kedatangan meraka walaupun penuh spekulasi, tanpa ada persiapan. Kali ini Pip mengutarakan permasalahannya perihal skripsi yang telah lama terbengkalai, dari hal yang di bicarakanya, dia terdengar ingin kembali semangat dalam pengerjaan skripsinya, walaupun ketakutanya bertemu kembali dengan dosen pembimbingnya menjadi penghalang baginya untuk kembali semangat.

Dengan penuh antusias Pria yang berprofesi sebagai psikiater di fakultas tempat Pip kuliah ini mendengar kan ocehan ocehan yang terdengar serius. Hingga Pria itu bertanya penyebab dari terbengkalainya skripsi itu. Pip pun kembali menjelaskan penyebabnya, dia terlihat ragu untuk memulai alasan nya. Dia menarik nafas dalam dalam dan segera memberikan salah satu alasanya, dengan sedikit malu Pip menyebutkan salah satu penyebabnya, dan alasan yang terlintas di pikirannya kali itu adalah masalah berakhirnya jalinan  asmara. Sebelum Pip memulai alasan asmaranya, dengan nada yang meninggi dan masih terdengar sopan, pria itu menyarankan bahwa seharusnya Pip datang ke ruangan itu jauh jauh hari setelah kisah asmaranya berakhir, dan kemudian Pria itu mempersilahkan Pip untuk memulai ceritanya.

Pip berusaha menceritakan kisahnya secara garis besar tanpa mendetail, karena memang pria yang di ajak bicara ini adalah seseorang yang memang baru pertama di temui. Pria itu mengubah posisi tanganya, yang sebelumnya mendengarkan dengan tangan bersedekap di atas meja, kini posisi tangannya berubah mengatupkan kedua telapak tangannya dan di taruhnya di dekat mulutnya, terlihat antusias pria itu mendengat ocehan Pip. Setelah Pip selesa bercerita, pria itu pun memberikan beberapa solusi solusi yang cukup melegakan, solusi pertama tentang permasalahan skripsinya terdengar lebih rasional dan tentunya tidak ada permasalahan yang perlu di takuti kecuali ketakutan untuk bertemu dengan dosen pembimbing, cukup menunjukkan keberanian sebelum menghadap dosen tersebut, dan tentunya Pria tersebut memberikan petuah petuahnya yang secara ajaib membuat Pip kembali semangat dan cukup berani untuk menghadap kembali. Petuah ajaib karena memang petuah petuah sebelumnya dari curhatan Pip dengan teman teman terdekatnya tidak mampu memberikan semangat Pip untuk maju melangkah. Hingga akhirnya Pria tersebut memberikan petuah petuah kehidupan tentang masalah asmara. Pria itu kemudian bercerita tentang kisah asmaranya yang bertahan selama 8 tahun bersama hingga menuju pelaminan. Kisah kisah yang terkesan heroic menurut Pip, karena memang kisah yang di alami Pria tersebut penuh liku liku. Karena memang istilah yang jaman sekarang mereka sebut pacaran, dan itu selama 8  tahun bukan hal yang di lewati dengan suka cita, tentunya ada konflik konflik yang terdengar sangat ekstrim oleh Pip, karena memang Pip belum pernah mendapatkan kejadian yang ekstrim di dunia percintaan kecuali di putus oleh pasangan. Kisah yang terinspirasi oleh Seorang Psikiater ini membuat Pip yang sebenarnya sudah move on kembali berapi api mengobarkan semangat juangnya. Senyum selalu tersungging dari bibrnya, Percakapan yang terdengar serius ini pun akhir nya sedikit demi sedikit mencair lebih santai. Terlihat kelegaan dari raut wajah Pria itu, karena sepertinya petuah petuah darinya mampu sedikit mengobarkan semangat Pip, dan tentunya Pip lebih lega juga karena ada setitik harapan yang harus dia kejar.

Tak terasa perbincangan itu cukup menyita banyak waktu, Akhirnya Pip dengan senyuman yang masih belum hilang berpamitan kepada Pria itu. Teman Pip yang sejak tadi duduk diam mendengarkan mulai mencoba memulai percakapan masalah pribadinya dengan pria itu, dan Pip memilih ijin keluar ruangan dan menunggu. Selang beberapa lama Temannya keluar dari ruang psikologi, tentunya  dengan senyum diraut mukanya. Ajaib memang karena percakapan percakapan dengan seseorang yang baru mereka temui itu mampu menyunggingkan senyum semangat. Psikiater memang bukan orang terdekat mereka tapi setidaknya seorang psikiater adalah seorang pendengar yang baik, walaupun terkadang kita tidak tahu apakah dia benar benar mendengar dengan antusias atau tidak. Terlihat antusias saja sudah cukup menenangkan. Karena kita tahu seorang psikiater tak pernah mempermalukan pasien yang di hadapinya.

Selasa, 14 Juni 2016

Daydreaming Before I Meet You



 May, 19th 2016

Aku tak pernah tahu apa yang ada di dalam pikiranmu. Selama pertanyaan itu masih ada dalam benakku. Segelas kopi yang sedari tadi membisu, di sebuah teras baru di sebuah Stasiun Kota Baru. Sembari menunggu kereta yang terlambat sudah setengah jam yang lalu.

Stasiun itu ramai, kursi tunggu telah penuh dengan orang orang yang telah menungggu, keterlambatan kereta memang sedikit mengganggu. Terlihat taman yang masih baru, menawarkan sedikit tempat untuk termangu. Hanya penjaja kopi instan yang masih semangat merayu, tentu saja aku memesan satu, membunuh waktu.

Rindang memang menawarkan teduh kenyamanan,dari terik yang merindu hujan, yang terakhir basah dua minggu yang lalu. Langit cerah membiru, awan putih hanya terlihat di langit bagian barat kota itu. Mereka hanya terlihat mengitari gugusan gunung, di dataran tinggi kota Batu, di balik gedung gedung kampus biru.

Kopi instan yang tadi panas kini berubah dingin, bunyi khas stasiun pertanda datangya kereta telah menggema, gerbong nomor 3, di tempat duduk nomor 8A, tepat di samping jendela.Kopi yang belum terjamin kenikmatanya pun tertinggal dengan tergesa, sisa setengah gelas, tanpa ada niatan untuk menghabiskannya.

Tujuanku bukan Swedia, walaupun ada mimpi untuk kesana, masih ada langkah langkah lain sebelum aku  kesana. Tujuanku kali ini ke Kota mu, bukan untuk bertemu dengan mu, sekedar berada disana untuk merasakan suasana dimana kau berada, di tempat kau terlihat bahagia. Walaupun ada setitik rasa untuk bertemu,melepas rindu, sembari bercerita tentang masa lalu ketika pertama kalinya kita bertemu, 7 tahun yang lalu.

Aku belum siap untuk berjumpa denganmu, tentu saja kau pasti tersenyum ketika bertemu denganku, seperti biasanya ketika kita saling bertemu. Setidaknya biarkan aku bersiap dahulu, agar senyuman itu tak hanya muncul ketika kita bertemu, senyuman itu selalu muncul ketika rasa terima kasihku terucap ketika sarapan pagi telah siap dihadapanku.

Kamis, 09 Juni 2016

Mereka Yang Berbagi Di Sebuah Kedai Kopi



11 Mei 2016, 12:23AM

Langit terlihat sengaja meneteskan rintik hujan di awal musim kemarau, aroma khas hujan semerbak tidak terima mengakhir musim penghujanya. Jendela yang sebelumnya berdebu , kini tergores tetesan air hujan yang membekas. Lampu teras yang tadinya kokoh berpijar kini terlihat sendu dengan bias jatuhnya air hujan.
Mengingat beberapa waktu yang lalu di sebuah kedai kopi di emperan pertokoan yang tengah tutup di pinggiran jalan. Kebiasaan kami yang semakin jarang di lakukan. Bersila bersama di sebuah tikar dengan berbagai jajanan gorengan di hadapan kami. Berbagai minuman dengan selera masing masing pun ikut menemani, tentu saja aku memilih kopi. Kegiatan ringan ini memang sudah mulai jarang di jalani, terbentur kesibukan masing masing dari kami, kami adalah sebuah perkumpulan tidak resmi yang secara kebetulan terbentuk. Terbentuk dari sebuah peristiwa reuni alumni SMA kami yang kebetulan juga kamilah yang mengurusi semua keperluan reuni, karena memang kami memilih bertempat tinggal di kota kelahiran kami, tapi entah jika esok hari ada yang pergi. Perkumpulan ini tidak ada pemimpin, kita semua setara walaupun dari kalangan yang berbeda, kami tak pernah memikirkan latar belakang kami, karena satu persepsilah kami menikmati perkumpulan ini, tanpa ada yang di lukai, dan tentunya saling berbagi, entah sedih entah tawa, apapun jika itu pantas untuk di bagi, kami membagi.

Malam ini sedikit berbeda, ada beberapa anggota yang tidak sempat hadir. Perkumpulan yang semuanya berjumlah 8 orang, hanya 5 orang saja yang terlihat, kami semua yang hadir mewajarkan karena kami semua memang memiliki kesibukan masing masing. Awal obrolan berjalan ringan, serenyah gorengan tempe yang di bakar. Tawa selalu mengawali setiap momen yang kami lakukan, yang dianggap orang lain melihat kami selalu membuang waktu di tempat angkringan, ah sudahlah, toh mereka tak pernah tahu apa yang sebenarnya kami omongkan. Yang unik dari perkumpulan ini adalah ketika jam semakin larut, semakin serius juga tema yang kami bicarakan.

Tema kali ini adalah kehidupan berumah tangga, tema yang wajar jika di bicarakan di perkumpulan kami, karena memang perkumpulan kami semua anggotanya berusia waktunya menikah, ha ha ha. Kebetulan salah satu anggota perkumpulan ini memang sudah menikah, ada yang menjelang menikah, ada yang masih malu malu berpacaran, ada yang masih masa pendekatan, dan ada juga yang masih murni single, saya? Masih single, tak perlu dibahas. Perkumpulan yang terlihat remeh temeh ini malah cenderung memberikan dampak yang signifikan untuk setiap anggotanya, berbagai pengalaman yang seperlunya dibagi memang mampu memberi arti. Kami memang bukan saudara, tapi entalah kami merasa seperti saudara. Semakin jarang nya momen kita untuk berkumpul memberikan waktu untuk masing masing dari kita menciptakan cerita baru, yang kelak akan di bagi jika kita dikumpulkan lagi. Tak perlu malu untuk berkeluh kesah, karena kami semua memang manusia manusia yang penuh dengan keluh kesah, tak ada manusia yang bahagia selamanya, karena persepsi kami bukan menjadikan kebahagian sebagai tujuan, kami lebih memilih mengalir begitu saja, seperti air, dan berkat berbagi, kami bisa memilih aliran mana yang akan kami lalui.

Hujan mulai reda, jendela yang tadinya basah, kini mengering meninggalkan bekas debu yang terkumpul karena air,  angina dingin mulai masuk di sela sela jendela yang sengaja sedikit terbuka, agar asap yang dari tadi menyesaki kamar mau keluar, bersama angin malam yang mulai melepas hujan.

Blog Am I Coward telah migrasi ke rumah baru, link di bawah ini akan mengantarkan anda ke rumah barunya   hudiyawan.id   Maaf ata...