Kamis, 09 Juni 2016

Mereka Yang Berbagi Di Sebuah Kedai Kopi



11 Mei 2016, 12:23AM

Langit terlihat sengaja meneteskan rintik hujan di awal musim kemarau, aroma khas hujan semerbak tidak terima mengakhir musim penghujanya. Jendela yang sebelumnya berdebu , kini tergores tetesan air hujan yang membekas. Lampu teras yang tadinya kokoh berpijar kini terlihat sendu dengan bias jatuhnya air hujan.
Mengingat beberapa waktu yang lalu di sebuah kedai kopi di emperan pertokoan yang tengah tutup di pinggiran jalan. Kebiasaan kami yang semakin jarang di lakukan. Bersila bersama di sebuah tikar dengan berbagai jajanan gorengan di hadapan kami. Berbagai minuman dengan selera masing masing pun ikut menemani, tentu saja aku memilih kopi. Kegiatan ringan ini memang sudah mulai jarang di jalani, terbentur kesibukan masing masing dari kami, kami adalah sebuah perkumpulan tidak resmi yang secara kebetulan terbentuk. Terbentuk dari sebuah peristiwa reuni alumni SMA kami yang kebetulan juga kamilah yang mengurusi semua keperluan reuni, karena memang kami memilih bertempat tinggal di kota kelahiran kami, tapi entah jika esok hari ada yang pergi. Perkumpulan ini tidak ada pemimpin, kita semua setara walaupun dari kalangan yang berbeda, kami tak pernah memikirkan latar belakang kami, karena satu persepsilah kami menikmati perkumpulan ini, tanpa ada yang di lukai, dan tentunya saling berbagi, entah sedih entah tawa, apapun jika itu pantas untuk di bagi, kami membagi.

Malam ini sedikit berbeda, ada beberapa anggota yang tidak sempat hadir. Perkumpulan yang semuanya berjumlah 8 orang, hanya 5 orang saja yang terlihat, kami semua yang hadir mewajarkan karena kami semua memang memiliki kesibukan masing masing. Awal obrolan berjalan ringan, serenyah gorengan tempe yang di bakar. Tawa selalu mengawali setiap momen yang kami lakukan, yang dianggap orang lain melihat kami selalu membuang waktu di tempat angkringan, ah sudahlah, toh mereka tak pernah tahu apa yang sebenarnya kami omongkan. Yang unik dari perkumpulan ini adalah ketika jam semakin larut, semakin serius juga tema yang kami bicarakan.

Tema kali ini adalah kehidupan berumah tangga, tema yang wajar jika di bicarakan di perkumpulan kami, karena memang perkumpulan kami semua anggotanya berusia waktunya menikah, ha ha ha. Kebetulan salah satu anggota perkumpulan ini memang sudah menikah, ada yang menjelang menikah, ada yang masih malu malu berpacaran, ada yang masih masa pendekatan, dan ada juga yang masih murni single, saya? Masih single, tak perlu dibahas. Perkumpulan yang terlihat remeh temeh ini malah cenderung memberikan dampak yang signifikan untuk setiap anggotanya, berbagai pengalaman yang seperlunya dibagi memang mampu memberi arti. Kami memang bukan saudara, tapi entalah kami merasa seperti saudara. Semakin jarang nya momen kita untuk berkumpul memberikan waktu untuk masing masing dari kita menciptakan cerita baru, yang kelak akan di bagi jika kita dikumpulkan lagi. Tak perlu malu untuk berkeluh kesah, karena kami semua memang manusia manusia yang penuh dengan keluh kesah, tak ada manusia yang bahagia selamanya, karena persepsi kami bukan menjadikan kebahagian sebagai tujuan, kami lebih memilih mengalir begitu saja, seperti air, dan berkat berbagi, kami bisa memilih aliran mana yang akan kami lalui.

Hujan mulai reda, jendela yang tadinya basah, kini mengering meninggalkan bekas debu yang terkumpul karena air,  angina dingin mulai masuk di sela sela jendela yang sengaja sedikit terbuka, agar asap yang dari tadi menyesaki kamar mau keluar, bersama angin malam yang mulai melepas hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Am I Coward telah migrasi ke rumah baru, link di bawah ini akan mengantarkan anda ke rumah barunya   hudiyawan.id   Maaf ata...