Minggu, 18 September 2016

Hop On Above Words and Stories Along For the Ride of Your Life



Dua purnama telah berlalu, purnama ketiga muncul dengan sedikit malu, sekali lagi kopiku masih belum terjamu.

Berbulan-bulan yang lalu aku memilih untuk meninggalkanmu, kewajibanku telah berakhir dengan toga yang kubiarkan berdebu di dalam lemari usang bekas kamarku. Kotaku yang dulu hingar bingar ketika berpisah denganku, kini sedikit pilu dengan lalu lalang asing penuh benalu, aku pernah menjadi benalu.

Kedai kopi yang biasa aku singgahi sedikit berubah, meja yang dulu sepi kini telah bertambah. Pelanggannya pun terlihat masih baru, atau aku yang sudah terlalu lama tak berkunjung berubah menjadi pelanggan baru, hanya ada satu orang pelanggan yang masih familiar di mataku, seorang pria yang selalu ada ketika aku berkunjung di kedai itu. Baristanya pun masih sama, seorang wanita dengan seni tato yang tergambar di lengan kanannya, sedikit tertutupi oleh kaos hitam yang dikenakannya, tato bermotif tribal yang menari-nari ketika lengannya mulai membuat sajian kopi.

Kopiku masih belum terjamu, proses penyajian sebuah kopi memang membutuhkan kelihaian dan keteliatian, aku masih bisa memaklumi.

Jam tanganku telah mati, jarumnya berhenti di pukul 12, dengan jarum detik yang berhenti di angka ke 23. Kedai ini tak menyediakan penunjuk waktu, agar para pelanggan tak pernah merisaukan waktu, cukup dengan habisnya kopi dalam cangkir tanahmu telah mengingatkan tentang usainya kunjunganmu, jika kau merasa kurang waktu, kau bisa menambah secangkir kopi lagi agar rindumu tak cepat berlalu. Aku memilih metode penyajian France Press yang terisi penuh, agar aku puas duduk di kursi meja kedai itu dan mencatat catatan kenanganku hingga terbunuhnya waktu.

Terlalu sore bagiku berkunjung ke kedai ini, jam di smartphoneku masih menunjukkan pukul 7:56, tak seperti biasanya aku datang sesore ini, kunjunganku terbiasa ketika jam dinding kamarku berbunyi sembilan kali, waktu aku bersiap untuk melepas rindu kepahitan hakiki dari secangkir kopi. Kota yang telah lama tak ku singgahi ini membuatku tak sabar lagi untuk beranjak dari ruang malasku.

Kopiku telah tersaji di atas meja, tepat dihadapanku, tersaji disebelah kanan laptopku, tempat aku mencoba melupakan kenangan-kenangan masa laluku melalui catatan-catatan cacat yang tak terbaca olehku, biarlah orang lain yang membaca, yang merasa tak terlalu jemu dengan kisah-kisah pilu, aku takut membaca tulisanku, membuatku mengingat kembali kisah masa lalu, kisah kelam yang berhasil memudarkan kisah indah didalam otakku. Memori yang tersimpan di benak kita memang selalu mudah untuk mengingat masa kelam, yang membutuhkan sedikit waktu untuk mengingat kisah indah masa lalu.

Terkadang secangkir kopi menawarkan kenyamanan di setiap teguk yang kita sesapi, Kedai kopi sendiri menawarkan ketenangan yang menyembuhkan rindu yang kita sendiri tak tahu apa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Am I Coward telah migrasi ke rumah baru, link di bawah ini akan mengantarkan anda ke rumah barunya   hudiyawan.id   Maaf ata...